Wednesday, January 15, 2020

Injury in Past


Menjadi bagian dari keluarga Sandi, meskipun hanya sementara, rasanya hampir mengubah kebiasaan hidup Army. Bisa tinggal di rumah yang sebegitu besarnya, meski hanya ber-tittle “numpang”, tak pernah terbayang di otaknya sejak pertama kali ia mengerti dunia sampai saat ini. 
Tidur di atas kasur yang ia pastikan super mahal, dengan kamar luas dan perabot yang cukup lengkap, bahkan berlebih, ibarat keong sawah yang biasanya bergumul dengan lumpur yang bau mendapat cangkang baru yang terbuat dari emas. Amazing!

Arfa?


Sandi benar-benar tak kembali lagi setelah pertengkarannya dengan Derwan. Terpaksa Army harus pulang sendiri ke rumah Sandi. Tapi ternyata Sandi tidak lagi menginap di rumah temannya. Dia ada, dan sudah terlelap di atas kasurnya. Army tak ingin mengusiknya, karenanya ia memilih sofa.

Bagaimana Pertemuan Pertama Mereka?


Matahari hampir seperempat jalan menuju puncak! gemilang cahaya. Mengukir cita, seindah asa... menuju puncak, ehem! Mulai dari awal!

Sandi, Password, atau Hint?


My son! Where are you? Mom and Daddy are coming!” teriakan dari pintu depan membuat wajah Sandi yang tadinya tegang bukan main, karena ia sedang asik melawan Army di dunia playstation di kamarnya langsung ganti seratus delapan puluh derajat. Kalau Army tidak salah, ekspresinya sekarang berubah jadi, sialan! Apa, sih? Hadeuh... akhirnya datang juga, dan kata-kata tak mengenakkan lainnya. Tadi Army juga sempat mendengar suara wanita yang melengking tajam. Tapi ia tak menyangka kalau suara tadi akan terdengar lagi, bersamaan dengan suara bulat laki-laki yang disusul dengan suara pintu kamar Sandi yang terjeblak begitu saja.

Api Ati


Falin berjalan santai menuju kelasnya. Beberapa kali kepalanya menoleh ke beberapa kelas yang sudah terisi penuh dengan mahasiswa sejurusan dengannya. Sekali ia melihat jam tangannya, memastikan jam kuliahnya masih cukup lama. Bahkan, ketika ia sudah masuk kelas saja, belum ada satu orang pun yang nongol. Alhasil, ia duduk sendirian. Tempat favoritnya, depan pojok kanan, dekat jendela.

A New Guy


“Oke, gue ke sana!” Sandi menutup telponnya. Baru saja ia hendak memasukkan hp-nya itu ke dalam saku kemejanya, malah setumpuk laporan yang tadinya mau dia bawa sementara dengan satu tangan saja jatuh berserakan di lantai. “Ckk!” decaknya sebal pada dirinya sendiri. Mau tak mau ia harus menyita sedikit waktunya untuk memungutinya kembali.

Omlet Setengah Matang in Breaking News


Falin berhenti sebentar. Kakinya otomatis terdiam begitu melihat seseorang yang baru saja keluar dari ruang praktikum Biologi di depan sana. Dengan balutan jas putih, terlalu sepadan dengan kulit sawo matang cerahnya itu. Begitu sadar siapa pemilik wajah familiar itu, ia lantas tersenyum.

Nafas Mawar



Meski mawar merah ini adalah yang terakhir, tapi rasanya sosokmu masih jelas berada di depanku. Menatapku nanar, dengan mata merah semerah kelopak bunga ini. Apa durinya melukaimu? Apa durinya membuatmu berdarah? Aku begitu heran dan sesegera mungkin ingin menanyakannya. Tapi apalah mampuku? Kau… sudah pergi.

Korek Ati


“Hmph!”

Ini bukan soal pertanyaan yang sejak tadi muncul di hatinya. Bukan pula soal harus kemana ia menetapkan hatinya. Tapi ini tentang hujan rintik di luar yang mulai menderas. Perlahan tanpa kilat ataupun petir, rasa dingin ini menyambar ke balik kemeja setiap insan di bawahnya. Menelusup manis di sela pori-pori dan menyapa titik kedinginan paling parah yang pernah ada. Seharusnya semua merasakan dingin ini begitu menyengat. Tapi entah kenapa, yang dirasakan gadis satu ini bukan itu.